Camat Dua Boccoe, Andi Amirat Amier memimpin apel Siaga Pilkada dengan status tersangka Kasus Netralitas ASN (Foto: Dok. Istimewa) |
TIMURKOTA.COM, BONE- Sikap Penjabat (Pj) Bupati Bone, Andi Winarno Eka Putra khususnya dalam komitmen menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menuai sorotan.
Selain dianggap 'lembek' dalam memberi sanksi terhadap ASN yang melakukan pelanggaran. Pj Bupati Bone juga dinilai mempertontonkan hal yang tak etis terkait dengan memberi ruang kepada bawahannya yang telah ditetapkan tersangka. Untuk tetap terlibat dalam tahapan Pilkada.
Aktivis Mahasiswa, Muh Arfan mengatakan, bahwa apa yang dipertontonkan pemerintah daerah yang dinakhodai Pj Bupati Bone merupakan bentuk keberpihakan.
"Bagaimana mungkin kita percaya kalau Pj Bupati Bone netral. Anggotanya yang jelas-jelas sudah ditetapkan tersangka terkait kasus netralitas ASN, malah dipercaya memimpin apel siaga Pilkada," ungkapnya.
Arfan mengatakan, bahwa apa yang dilakukan Pj Bupati Bone merupakan bentuk keberpihakan.
"Sebagai mahasiswa saya menilai itu sudah dipertontonkan sebuah contoh yang mengarah bahwa pemerintah kita tidak mampu lagi menjaga netralitasnya," tambah dia.
Arfan mengatakan, dengan adanya kegiatan apel siaga yang dipimpin oleh Camat Dua Boccoe. Menunjukkan bahwa Netralitas itu hanya isapan jempol belaka.
"ASN ditekankan netral namun sekelas camat sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus netralitas masih memimpin apel siaga. Jadi seolah-olah larangan itu hanya sebatas penyampaian, di depan mata saja dibiarkan," tutupnya.
Sementara itu, Managing Partner Kantor Hukum Pawero (KHP), Umar Azmar MF, M.H., kembali menegaskan pentingnya menjaga netralitas dan etika dalam proses demokrasi menjelang Pilkada Serentak 2024.
Dalam pernyataannya pada Sabtu (26/11/2024), Umar menyerukan agar semua pihak, termasuk aparatur sipil negara (ASN), dapat menjaga profesionalitas dan tidak terlibat dalam aktivitas yang berpotensi mencederai kepercayaan masyarakat.
Sorotan khusus diarahkan pada kehadiran Camat Dua Boccoe sebagai pembina dalam apel siaga Pilkada Serentak 2024 dengan agenda pendistribusian logistik pilkada.
Kehadiran tersebut dinilai tidak etis mengingat statusnya sebagai tersangka dalam kasus yang pemeriksaannya tengah berjalan di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Bawaslu Kabupaten Bone.
“Tidak etis, bisa menimbulkan persepsi negatif di mata masyarakat. Hal seperti ini seharusnya dihindari demi menjaga kredibilitas proses demokrasi,” ujar Umar.
Umar menekankan bahwa selain tunduk pada aturan hukum, ASN juga memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kepercayaan publik.
Kehadiran pejabat yang sedang tersandung kasus di ruang publik dapat menciptakan kesan bahwa integritas pilkada kurang dijaga.
“Etika adalah pondasi yang memperkuat aturan hukum. Jika kita abai pada etika, maka kepercayaan masyarakat terhadap proses pilkada juga akan terkikis,” tambahnya.
Komitmen Melawan Praktik Manipulasi
Dalam kesempatan yang sama, Umar mengingatkan pentingnya melawan segala bentuk manipulasi dalam proses demokrasi, termasuk politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan.
Ia menekankan bahwa masyarakat harus lebih kritis terhadap segala bentuk praktik yang mencederai demokrasi.
“Pemilu bukan sekadar proses memilih, tetapi juga momentum untuk memastikan keadilan sosial. Manipulasi, dalam bentuk apa pun, hanya akan merusak masa depan kita bersama,” tegasnya.
Umar menyerukan agar penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum tidak hanya menegakkan aturan secara tegas, tetapi juga memastikan bahwa proses berjalan sesuai dengan prinsip etika.
Ia mengajak semua pihak untuk mengedepankan profesionalitas demi menjaga integritas Pilkada Serentak 2024.
“Netralitas dan profesionalitas harus dijaga tidak hanya dalam tataran aturan, tetapi juga perilaku. Ini adalah komitmen bersama untuk melindungi demokrasi dari persepsi buruk,” ujar Umar.
Umar berharap bahwa Pilkada Serentak 2024 di Kabupaten Bone dapat menjadi contoh pelaksanaan pemilu yang tidak hanya adil, tetapi juga bermartabat.
Ia menutup dengan ajakan kepada masyarakat untuk terus mengawasi dan melaporkan segala bentuk ketidaksesuaian, baik dalam aspek hukum maupun etika.
“Demokrasi yang bermartabat tidak hanya tegak karena hukum, tetapi juga karena komitmen etis dari setiap pelaku dalam prosesnya,” pungkasnya. (*)